Translate

Saturday 31 May 2014

"(Middle Child Syndrome)"

Hati-hati Dengan Anak Kedua!!!


Middle child syndrom atau second child syndrom atau sindrom anak tengah atau sindrom anak kedua… Sejak mengetahui hal ini aku mulai memperhatikan orang-orang disekitarku dan memang sedikit banyaknya teori yang digagas oleh Afred Adler (1920-an) ini realitanya begitu.  Katanya ada hubungan urutan kelahiran dengan kepribadian. Menurut Adler, urutan kelahiran berpengaruh seumur hidup pada cara seseorang dalam persahabatan, cinta dan pekerjaan.
Sebagaimana lazimnya dalam sebuah keluarga baru, hal yang paling dinanti adalah hadirnya anggota baru. Tangisan pertama, langkah pertama, panggilan ayah atau bunda pertama dan pertama lainnya menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu. Tidak demikian halnya ketika itu telah jadi tangisan kedua, langkah kedua dan panggilan kedua terhadap kedua orang tuanya.  Perhatian yang penuh terhadap anak pertama yang sering sudah dianggap biasa saja pada anak kedua menyebabkan rawannya anak kedua terkena sindrom anak kedua.  Si sulung adalah anak tumpahan perhatian sedangkan si bungsu adalah kesayangan semua orang, anak kedua atau anak tengah?

Mari kita buat gambarannya dulu. Misalnya ada suatu keluarga dengan tiga anak di dalamnya. Jika Anda sebagai orangtua, Anda tentu kalah jumlah ya (2 vs 3). Kalah jumlah di sini berarti Anda dan pasangan harus bekerja ekstra membagi tugas untuk memberi perhatian dan kasih sayang, tanpa membuat salah satu di antara mereka merasa tersisih atau kurang diperhatikan atau bahkan terabaikan. Contoh kasus, ketika ketiga anak ini membutuhkan perhatian dalam waktu bersamaan, otomatis Anda sebagai orangtua harus membagi perhatiannya terhadap tiga orang sekaligus, dan akhirnya memilih siapa yang didahulukan. Nah, kenapa middle child syndrome ini bisa exis, konon juga disebabkan adanya kecenderungan orangtua menjadikan si anak tengah sebagai "prioritas terakhir" dalam kasus membagi perhatian tersebut..(at least ini berdasarkan sumber-sumber yang baca lho ya.. :P)

Jika Anda sendiri berperan sebagai salah satu dari anak-anak di keluarga itu, dan berada di tengah-tengahnya, kemungkinan Anda akan merasa terhimpit, atau bahkan dalam kasus lain dapat juga disebut "tersesat". Definisi "tersesat" di sini juga tentunya gabisa dipukul rata untuk semua individu ya (khususnya pada si anak tengah). Mungkin ada middle child yang merasa "tersesat" plus terasing dari keluarganya hingga akhirnya memilih untuk hidup dalam "dunianya sendiri", ada juga yang merasa "tersesat" tapi masih berusaha survive, hidup mandiri, dan melakukan hidup dengan baik meski ada kecenderungan merasa terabaikan, atau bahkan mungkin ada juga si anak tengah yang ga merasakan sindrom apa-apa, ga merasa ada yang salah dan berbeda dengan hidupnya dan perlakuan orangtua dan saudara-saudara kandungnya meskipun dia seorang anak tengah, yang justru jauh dari "tersesat". Yaaah..kasusnya memang berbeda-beda ya. Tapi , menurut saya, middle child sindrom ini benar-benar ada dan terjadi pada (sebagian) anak-anak tengah, dengan kadar yang berbeda-beda pada setiap individu yang merasakannya. Kenapa saya berani bilang begini? Karena saya mendalami apa yang saya rasakan sendiri, mengamati teman-teman terdekat sesama middle child, dan berbagi dengan mereka tantang sindrom ini. Ya, semacam riset kecil-kecilan laah... :D

Kita semua tahu bahwa selain orangtua, saudara kandung juga memiliki pengaruh besar dalam pengembangan kepribadian kita. Karena, seperti yang disebut Healthguidance, waktu yang kita habiskan dengan keluarga lebih banyak 33% dari waktu yang kita habiskan di lingkungan luar rumah. Sumber itu pun menyebut bahwa urutan kelahiran dan hubungan saudara mempunya kontribusi besar terhadap ciri-ciri kepribadian, harga diri, dan bahkan ambisi seorang anak di dalam keluarga. Nah, ini dia penjelasannya :

Mereka yang terlahir sebagai anak sulung cenderung muncul sebagai pemimpin dengan rasa percaya diri yang tinggi. Essorment pun menyebutkan contohnya. Hampir semua Presiden AS adalah anak sulung atau setidaknya anak tunggal dalam keluarga mereka. Begitu pula dengan kebanyakan para astronot yang dikirim ke luar angkasa. Mungkin hal itu didukung dengan jiwa kepemimpinan dan rasa percaya diri tinggi yang kemudian tertanam dalam diri mereka sejak dibesarkan oleh orangtua sebagai anak pertama. Ya, anak tertua atau anak sulung cenderung menjadi anak yang paling diantisipasi dan menarik banyak perhatian orangtua. Bisa dibilang, orangtua benar-benar mencurahkan perhatian, dukungan, support finansial, dan hal lainnya dengan habis-habisan, dalam membesarkan si sulung. Yah, wajar lah ya. Setiap hal pertama akan menjadi sesuatu hal baru dan menarik banyak atensi orangtua, yang tentunya juga akan memberikan semua yang terbaik untuk suatu pengalaman pertama itu. Setelah beranjak besar, lalu memiliki adik, memang akan ada semacam beban di pundak si sulung seperti tuntutan untuk memberi contoh yang baik kepada sang adik, membimbing sang adik, dan lain-lain. Tetapi karena sudah "kenyang" dengan limpahan perhatian sejak awal dilahirkan, apalagi jika jarang usia dengan sang adik cukup jauh, menurut saya, si sulung tak akan terlalu mengalami kendala berarti dalam menghadapi "tanggung jawab" itu. Tapi kalau jaraknya dekat yahh antara 2 1/5 atau 2 sampe 3 tahunan lah yaa (seperti aku :p) mungkin dia akan menyalahkan kita karna kasihsayang orangtua kurang, padahal sihh enggak seperti itu maksudnya pihak orangtua hlooh. Jangan menyalahkan adiknya, karna kelahiran anak itu kan kehendak sang pencipta, mungkin orangtua mengajari kedewasaan. Okeehh jai buat anak sulung jangan anggap adik menjadi penyebab perhatian orangtua terpotong. :) 

Ketika orangtua memutuskan untuk memiliki anak kedua, lalu menambah lagi anak ketiga, apalagi dengan jarak usia yang jauh, tentunya struktur keluarga akan berubah. Perubahan itu juga tentu akan berpengaruh pada si sulung dan si tengah. Ketika anak ketiga lahir di dalam keluarga, untuk si sulung, mostly tidak terlalu terpengaruh banyak. Karena ia sudah "terbiasa" dengan tanggung jawab dan "kepemimpinannya" sebagai seorang kakak, dan sudah "kenyang" dengan perhatian seperti yang saya sebut di atas tadi. Tapi hadirnya anak ketiga dalam keluarga bagi si tengah, apalagi dengan jarak umur yang terlalu jauh?? Nah loh..have you thought about that?? :P

Kalau dalam bahasa jawa (yang dulu sering ditujukan kepada saya :P) ada istilah "ora sido dadi anak terakhir" alias anak yang batal menjadi anak bungsu, karena hadirnya sang adik. Waktu kecil, saya sering kali sedih bahkan ngambek jika ada tetangga atau keluarga yang mengucapkan istilah itu kepada saya. Kesan yang (saat itu :P) membekas saat mendengar istilah tersebut adalah saya sudah tidak lagi "disayang", seperti halnya ketika saya masih menjadi anak bungsu di dalam keluarga, sebelum adik saya terlahir ke dunia.

Ya, itulah "sindrom anak tengah". Suatu gambaran disposisi yang umumnya dirasakan oleh anak kedua dari tiga anak di dalam suatu keluarga, atau bahkan anak tengah dalam jumlah anggota keluarga lebih banyak. Sebagai anak tengah yang berada dalam posisi "terjepit", anak tengah sering kali merasa kurang diperhatikan dibandingkan dengan anak yang tertua (anak yang "dianggap" paling penting) dan yang termuda (anak yang mostly menjadi kesayangan orangtua). Anak tengah pun sering kali meratapi nasib mereka sebagai anak yang "diabaikan". Tak jarang, hal ini menumbuhkan rasa iri terhadap perhatian yang didapat si sulung dan si bungsu, yang dianggap lebih besar porsinya ketimbang yang didapatkan mereka. Karena itulah, si anak tengah yang mengalami sindrom ini kerap merasa seperti "orang aneh" dan tidak merasakan keakraban yang sama dengan orangtua, seperti halnya keakraban yang dimiliki si sulung ataupun si bungsu. Tak jarang, dalam banyak hal si anak tengah harus berusaha sedikit lebih keras untuk "didengar" atau mendapatkan perhatian dari orangtuanya. Hal itu tak lain karena adanya perasaan bahwa mereka tidak banyak mendapatkan atensi atau pujian, seperti halnya yang si sulung ataupun si bungsu dapatkan dalam hal-hal kecil yang mereka lakukan.

Sayangnya, dalam hal ini kebanyakan orangtua cenderung menanggapinya dengan santai. Sedikit orangtua yang menyadari bahwa anak tengahnya sedang mengalami sindrom ini, dan sedikit pula yang memahami dampak yang dapat diakibatkan pada si anak tengah nanti jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut.

Pada anak tengah yang mengalami sindrom ini, krisis identitas pun tak jarang terjadi. Para anak tengah sering kali merasa "kebingungan" dalam menempatkan diri, mengetahui apa yang orangtua dan keluarga harapkan dari mereka, atau apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan "pengakuan" dari orangtua atau saudara kandungnya. Hal ini sering kali membuat mereka merasa tidak penting, tak terlihat, tidak terdengar, dan ini tak jarang membuat mereka bertanya-tanya di mana mereka berada, bahkan dalam lingkup yang lebih besar. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, anak-anak tertua dan termuda cenderung menjadi "favorit", yang berarti bahwa mereka membentuk ikatan yang lebih dekat dengan salah satu orangtua atau bahkan keduanya. Ketika orangtua tidak menyadari hal tersebut, anak tengah justru akan menjadi pihak yang merasa tersisih dan sering kali tenggelam dalam perasaan bahwa mereka tak "diperhatikan".

Ini baru sedikit saja penjelasan sindrom anak tengah yang kerap terjadi dalam lingkup keluarga. Tentunya, di luar lingkungan tersebut, anak tengah yang mengalami sindrom ini juga akan melewati masa-masa yang tak kalah "sulit"-nya. Tak sedikit anak tengah yang dalam hubungan pertemanannya kemudian menjadi sosok penyendiri, tidak mau menonjol dalam suatu lingkungan, atau bahkan menjadi sosok sebaliknya, yang kerap mencari-cari perhatian dengan cara berlebihan. Tak jarang pula anak tengah yang justru merasa "menjadi diri sendiri" ketika dia keluar dari lingkup keluarga. Di luar rumah, ia justru menjadi lebih ekspresif, lebih dominan dan merasa bisa mendapat "pengakuan", berbeda dengan apa yang ia tunjukkan di tengah keluarganya. Nah lho.. :P

Ya, memang tidak sedikit anak tengah yang mengalami sindrom ini mencoba mencari perhatian orangtua dan saudara kandungnya dengan cara yang salah. Ketika kecil, si anak tengah tipe ini menjadi anak "pengganggu" dan mudah marah, ketika beranjak besar mereka melakukan kenakalan-kenakalan yang berlebihan, cenderung merepotkan (bahkan dalam beberapa kasus, memalukan). Tapi, di samping fakta tersebut, banyak pula anak tengah yang justru berjuang untuk mencuri perhatian orangtua dan saudara kandungnya dengan cara yang positif. Ketika kecil mereka menjadi lebih mandiri (meski tak jarang disebut "penyendiri") dan tidak manja dibanding saudara-saudara kandungnya, ketika beranjak besar mereka akan belajar dan berjuang habis-habisan untuk mendapatkan prestasi memuaskan (baik akademis maupun di bidang lain), bahkan melebihi si kakak dan si adik (jadi inget Alex Dunphy-nya "Modern Family" nih.. :P) demi "mencuri" perhatian.

Ada beberapa poin tentang middle child yang saya dapet dari Urban Dictionary. Menurut situs tersebut, anak tengah akan cenderung bersikap sebagai berikut:

- Melakukan kenakalan demi mendapat perhatian
- Tidak ngoyo alias go with the flow
- Bekerja dan beraktivitas sesedikit mungkin (lebih banyak berpikir dan membatin rupanya.. :P)
- Tak mau terlalu bergantung kepada orangtua, dibandingkan dengan saudara kandungnya yang lain
- Menjadi penyendiri dalam keluarga, jarang berpartisipasi dalam acara keluarga terkecuali diminta
- Menjadi juru damai (atau tepatnya cari aman :P)
- Lebih suka mencari pendapat atau nasihat dari seorang teman daripada orangtua
- Menjadi individu yang sangat kreatif

...dan sebagai seorang anak tengah, membaca poin-poin di atas, saya pun tidak kuasa membantah...hahaha.. :D

Lalu, adakah solusi untuk menghadapi sindrom ini, baik untuk orangtua maupun anak tengah yang mengalami sindrom ini dalam keluarganya?. Masih ada banyak hal tentang "middle child syndome" yang saya dapet dari beberapa sumber, dengan postingan ini saya berharap bisa semakin membuka mata kita tentang apa yang sebenernya terjadi pada yang mengalaminya, apa imbas yang akan diakibatkan kemudian jika sindrom ini terus dibiarkan, untuk bekal kita sebagai calon orangtua, atau bahkan sebagai "jalan keluar" bagi yang mungkin pernah atau sedang melewatinya. :)
Saran saya hanya satu kata “SABAR” .......;)